Sabtu, 10 Februari 2018

Bari’an Salah Satu Budaya Kaliwungu

Dalam menyambut malam tahun baru 1 Muharam 1436 H masyarakat pada umumnya mengadakan suatu kegiatan tasyakuran bersama baik itu di musholla, dipertigaan jalan atau di sepanjang jalan kampung, tetapi di lingkungan masyarakat Kaliwungu Kabupaten Kendal mereka tidak mau memakai istilah tasyakuran tetapi lebih popular dengan istilah Bari’an. Kalau mereka ditanya sejak kapan dan oleh siapa yang pertama kali menyebutkan istilah bari’an tersebut mereka pasti hanya akan menggelengkan kepala atau tersenyum simpul karena tidak bisa menjawab dengan pasti.

Pada kesempatan ini tidak akan kita bahas sejarah dan asal usul katabari’an tersebut, yang pasti dalam menyambut pergantian tahun hijriyah pada bulan Muharam masyarakat kota Kaliwungu Kendal pasti akan mengadakan suatu kegiatan yang terkenal dengan nama bari’an. Mereka biasanya ada yang menyelenggarakan pada malam tanggal 1 Muharam atau ada juga yang sebagian masyarakat mengadakan pada tangggal 10 Muharam. Yang pasti semua itu hampir sama bentuk kegiatannya yaitu bahwa pada malam 1 Muharam atau 10 Muharam hampir di setiap musholla atau jalan kampung masyarakat Kaliwungu Kendal menggelar acara bari’an. Mereka dengan ikhlas dan suka rela tanpa paksaan berkumpul di musholla atau sepanjang jalan kampung sambil membawa makanan, buah-buahan serta beraneka ragam jajanan pasar dan juga berbagai jenis minuman khas Kaliwungu Kendal. Masyarakat pada malam 1 Muhram atau 10 Muharam berdoa bersama untuk keselamatan dan semoga selalu dilimpahkan rizqi yang halal untuk warga kampung masing-masing, masyarakat, bangsa dan Negara pada umumnya.
Salah satu Ustad di Kampung Kebonsari RT 01 RW 10 Sarirejo Kaliwungu Kendal Ustad Zaenal Abidin mengajak masyarakat pada malam 1 muharam untuk bersama sama membaca hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula wa ni’man nasir sebanyak 15 kali serta beberapa surat –surat pendek di Al qur’qn dengan tujuan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, hidayah serta rizqi yang banyak serta halal dan menjauhkan masyarakat dari segala perbuatan munkar dan keji serta dijauhkan dari segala bahaya dan balak di kampung Kebonsari.
Di akhir acara semua warga bersama sama menikmati nasi tumpeng yang terdiri dari nasi putih yang dibuat mirip gunung kecil ditaburi dengan klubanan, telur dadar, ikan asin dan juga tak lupa beraneka ragam jajanan pasar. Dengan canda tawa mereka menikmati hidangan bari’an malam ini.
sumber : http://kaliwungu.org/barian-salah-satu-budaya-kaliwungu

Sumpil, Makanan Khas Kaliwungu

KENDAL, KOMPAS.com - Bagi masyarakat yang tinggal di luar Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, mungkin belum mengenal makanan yang disebut sumpil. Makanan ini memang khas Kaliwungu dan hanya dibuat umumnya setiap menjelang peringatan Maulid Nabi Muhamad saja. Bagi masyarakat Kaliwungu, makanan ini menjadi bagian tradisi yang dibuat untuk tradisi weh-wehan atau saling mengirim makanan.
Sumpil adalah makanan berbahan dasar beras, sejenis ketupat. Kalau ketupat umumnya berbentuk kotak dan dibungkus dengan daun kelapa muda, sumpil berbentuk limas segitiga dan dibungkus dengan daun bambu. Cara memakannya dicampur dengan sambal kelapa.
Menurut salah satu warga Kaliwungu, Edi Prayitno (45), bentuk limas segitiga mempunyai arti sendiri. Yaitu, garis segitiga yang ke atas menandakan hubungan antara manusia dengan Allah atau habluminnallah, sementara yang ke bawah menandakan hubungan sesama umat atau habluminnanas.
"Tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu," kata Edi , Sabtu (4/2/2012). Masyarakat meyakini, tradisi weh-wehan dengan sumpil konon diperkenalkan sejak zaman Sunan Kalijogo.


Sebenarnya, selain weh-wehan, ada tradisi lain disetiap Maulid Nabi Muhammad, yaitu tradisi teng-tengan. Teng-tengan ini, sejenis lampion tapi bentuknya prisma yag dipasang di depan rumah. Meskipun masih ada yang memasang teng-tengan di depan rumah, tapi sudah mulai berkurang. Sumpil pun mulai sedikit yang membuat dan sebagian masyarakat memilih menggunakan makanan modern.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2012/02/04/23125691/Sumpil.Makanan.Khas.Kaliwungu

Wehwehan, Tradisi Masyarakat Kaliwungu Sambut Maulid Nabi

KENDAL, KOMPAS.com - Dalam menyambut maulud Nabi Muhammad SAW, masyarakat Kaliwungu di Kendal, Jawa Tengah, melakukan tradisi Weh wehan atau Ketuwinan.  Mereka berkunjung kepada tetanga ataupun kerabat, serta saling memberikan makanan.
Weh wehan mulai dilakukan usai Ashar hingga esok harinya.
Menurut salah satu warga Kaliwungu H. Dody Bom bom (45), weh wehan sudah berlangsung ratusan tahun lalu. Tradisi itu dilakukan oleh para ulama penyebar agama Islam di Kaliwungu sekitarnya, dengan tujuan untuk memperingati hari lahir dan meninggalnya Nabi Muhammad.
"Tradisi itu terus dipertahankan sampai sekarang," kata Dody, Rabu ( 23/12/2015).
Dody menjelaskan, tradisi weh wehan atau ketuwinan hanya dapat dijumpai di Kota Kaliwungu. Istilah weh wehan berasal dari kata weweh (Bahasa Jawa) yang berarti memberi, sedangkan istilah ketuwinan berdasar dari kata tuwi atau tilek (Bahasa Jawa). Artinya menengok atau berkunjung atau silaturahmi.
"Jadi weh wehan atau ketuwinan artinya memberi atau berkunjung atau bersilaturohim kepada tetangga, teman, kerabat, atau saudara," ujarnya.
Masyarakat Kaliwungu, sebut dia,  menyiapkan berbagai makanan tradisional yang dihidangkan di depan rumah masing-masih. Mereka seperti berjualan. Tetangga yang berkunjung untuk memberi makanan, akan diganti dengan makanan miliknya.
Makanan tradisional yang dihidangkan, adalah Sumpil. Sumpil terbuat dari nasi yang dibungkus oleh daun bambu (seperti ketupat) berbentuk segita. Cara memakannya dicampur dengan sambal kelapa.
"Tapi sekarang, makanannya sudah tidak hanya sumpil, tapi juga ada roti dan lainnya," ucapnya.
Hal senada juga diakui oleh Mardiyono (42). Warga asli Kaliwungu ini, mengaku kalau tradisi weh wehan atau ketuwinan, sudah ada sejak dia kecil.
Selain tradisi weh-wehan, tambahnya, ada juga teng-tengan. Teng-tengan adalah semacam lampu lampion, terbuat dari bilah bambu dan kertas yang di dalamnya ada lampu dari minyak.
Pada awalnya bentuk lampion ini masih terbatas pada bentuk pesawat, perahu ataupun bintang. Namun seiring berjalannya waktu, kreatifitaspun tumbuh. Di dalam lampion, tidak lagi lampu dari minyak, tapi sudah berganti nyala lampu listrik.

"Lampion biasa dipasang di depan rumah di bulan Maulud ini. Namun untuk yang suka kepraktisan biasanya teng-tengan ini diganti dengan lampu hias listrik warna-warni," ucap Mardiyono.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2015/12/24/04170061/Wehwehan.Tradisi.Masyarakat.Kaliwungu.Sambut.Maulid.Nabi

Sejarah ( Asal Usul ) Kota Kaliwungu Kendal Posted on 11.07 by salamander sun | 0 komentar

Kaliwungu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Semarang, tepatnya di sebelah barat Kota Semarang, Indonesia.
Kaliwungu terkenal dengan sebutan kota santri dikarenakan di kecamatan tersebut terdapat puluhan pondok pesantren. Pemberian nama Kaliwungu diambil dari peristiwa seorang guru (Sunan Katong) dan muridnya (Pakuwojo) yang berkelahi di dekat sungai karena perbedaan prinsip. Dari pertengkaran itu terjadi pertumpahan darah yang menurut cerita, Sunan Katong berdarah biru dan Pakuwojo berdarah merah, keduanya wafat dalam perkelahian itu dan darahnya mengalir di sungai sehingga berubah menjadi ungu.
Sampai saat ini belum ada ketetapan resmi mengenai hari jadi kabupaten Kendal dan Kaliwungu. Pemerintah daerah tingkat II Kendal dahulu pernah memutuskan hanya mengenai symbol kota kabupaten Kendal yaitu kendil wesi, dalam hal ini ada riwayatnya tersendiri. Sekitar tahun 1977 pernah membentuk team tetapi tugasnya khusus hanya untuk menggali sejarah perjoangan rakyat daerah kabupaten Kendal melawan penjajah Belanda.
Penulis sebagai sebagai rakyat daerah Kendal dan dilahirkan di Kendal sudah lama mencoba mengamati dan menyelidiki sejarah lahirnya kota kabupaten kaliwungu yang kemudian di pindah ke Kendal. Hari jadi kota kaliwungu yang timbul pada kira-kira 380 tahun yang lampau dan kota Kendal pada tahun 1813 H. agak sulit diperolehnya data-data historis atau data-data yang masuk akal. Beberapa informasi dan cerita cerita rakyat banyak yang meragukan, meskipun demikian penulis tiada jalan meneruskan pengamatannya dengan mengumpulkan data data sejarah dan informasi informasi yang dianggap wajar, kemudian tersusun sebagai berikut :

1. SULTAN DEMAK KE II
Setelah sultan Demak ke I Raden Patah mangkat, digantikan putera sulungnya bernama pangeran Surya atau adipati Yunus (Jepara) atau disebut juga pangeran Sabrang Lor.

2. KI PANDANARANG I
Setelah Sultan Demak II (Pati Yunus) mangkat, puteranya yang tertua, pangeran Made Pandan tidak bersedia menggantikan tahta kesultanan Demak. Di pulau Tirang inilah beliau sebagai mubaligh mulai menyebarkan agama Islam terhadap penduduk yang masih memeluk agama Hindu/Budha, di samping mengajarkan pula bercocok taman. Karena ketekunannya Pangeran Made Pandan dapat menundukkan mereka dan akhirnya masuk Islam. Di pulau Tirang terdapat tanaman pandan tetapi jarang (arang-arang-jawa), akhirnya di tempat tersebut disebut pandanarang, adapun pangeran Made Pandan disebut Ki Pandanarang. (I).
Pangeran Made Pandan kawin dengan Sejanila, menurut sementara sejarah adalah putera Pangeran Panduruan di Sumenep (keturunan Raden Patah). Ki Pandanarang, sekarang disebut Pragota atau Bregoto; makam Nyi Sejanila juga berada di Bregoto.

3. JUMENENGAN BUPATI SEMARANG KE –I
Di sekitar Pragota(Bregoto) terdapat tanaman asam tetapi jarang-jarang (arang-arang); akhirnya wilayah ini di sebut semarang, asal dari kata-kata Asem-arang, dan disini sudah mulai banyak penduduknya. Sunan Kalijogo (Raden Sahid) seorang wali yang terkenal namanya diantara Sembilan Wali dari Demak berkehendak mengangkat putra sulung Ki Pndanarang I (Made Pandan) yang bernama pangeran kasepuhan untuk menjabat bupati di Semarang; maksud ini direstui oleh Sultan Pajang Hadiwijoyo, terlaksana pangeran kasepuhan diangkat menjadi bupati di semarang yang pertama dengan gelar Ki Pandanarang II. Bupati Semarang ke I ini wataknya kikir dan silau akan harta, akan tetapi Sunan Kalijaga dapat meramalkan bahwa di kemudian hari Ki Pandanarang II dapat menjadi wali sebagai ganti Syeh Siti Jenar. Dengan tindakan dan cara yang bijaksana sunan Kalijaga dapat menyadarkan Ki Pandanarang II akan wataknya yang tidak baik itu, dan akhirnya beliau menyerahkan diri dan bertaubat. Selanjutnya Sunan Kalijaga beliau diperintahkan supaya meninggalakan kamukten sebagai Bupati; akhirnya beliau bersama keluarganya hijrah dan menetap di Tembayat;disini beliau di tugaskan sebagai mubaligh menyebarkan agama Islam, akhirnya disebut sunan Tembayat. Kira-kira tahun 1563 H. beliau wafat, dimakamkan di gunung jabalkat.
Setelah Ki Pandanarang II hijrah, kedudukan Bupati Semarang dig anti adiknya, pangeran Kanoman, dengan gelar Ki Pandanarang III sebagai Bupati Semarang.

4. BATARA KATONG MASUK ISLAM
Batara Katong adalah adipati Ponorogo; menurut sementara sejarah/cerita, beliau adalah putera yang ke 24 dari prabu Browijoyo V dari Majapahit (Kertobumi), jadi adik raden Patah Sultan Bintoro Demak. Batara Katong memeluk agama Hindu;Batara Katong menerma anjuran dari Raden Patah untuk memeluk Islam, anjuran itu diterima tetapi akan dipenuhi setalah ayahandanya mangkat; setelah ayahanda mangkat, Batara Katong tidak menepati janjinya dan selalu menagguhkan waktunya. Akhirnya Batara Katong menerima Ilham ( wangsit) dari Tuhan dan dapat petunjuk supaya meninggalkan kamukten sebagai adipati dan supaya berguru ke Pulau Tirang, maka berangkatlah Batara Katong menuju kearah yang du tunjukkan menurut wangsit itu, yaitu ke Pulau Tirang, berguru kepada Ki Pandanarang I (Made Pandan) dan masuk Islam setelah dianggap cukup dalam mempelajari agama Islam. Dalam perjalanannya beliau sampai di suatu sungai (Kali), berhenti beristirahat, akhirnya tiduran tepat dibawah pohon yang warnanya ungu (wungu); akhirnya di tempat itu di sebut desa kaliwungu, sedang sungainya disebut kali sarean, masih ada hingga sekarang. Jadi itulah asal usul nama desa Kaliwungu.

5. PENYIARAN AGAMA ISLAM DI KALIWUNGU
Karena desa kaliwungu dan sekitarnya penduduknya belum memeluk agama Islam, maka Batara Katong mulai mengembangkan agama Islam, beliau bermukim dibukit Penjor. Setelah tugas penyiaran agama Islam Nampak berhasil dan banyak muridnya, maka beliau mendirikan mesjid ditempat yang disebut sawah jati, tempat ini sekarang tidak Nampak bekasnya. Sejak itulah Batara Katong di sebut sunan Katong. Di tengah kota Kaliwungu sekarang ada jalan yang diberi nama Sawah jati ; mungkin nama jalan ini mengambil dari sejarah bahwa distitu dahulunya tempat didirikan masjid yang permata oleh Batara Katong. Setelah Sunan Katong wafat dimakamkan ditempat yang dulu disebut togal sawah, yang dikenal sekarang adalah makam Protowetan termasuk desa Protomulyo; makam tersebut tidak jauh dari bukit Penjor. Di komplek makam ini dimakamkan pula para tokoh Islam, makam tersebut dimuliakan oleh rakyat dan tiap than di ziarahi besar besaran oleh rakyat kaliwungu dan dari lain daerah tiap tiap tanggal 7 syawwal, disbut syawwalan.
Mengenai sunan Katong atau Batara Katong dan makamnya yang ada di protowetan kec. Kaliwungu sering timbul pertanyaan dan keraguan, benarkan tokoh Islam yang disebut Sunan Katong itu identitas dengan Batara katong Adipati Ponorogo? Karena Diponegoro terdapat pusara/kubur Batara Katong.
Karena menurut catatan atau Memorires van Pangeran Ario Notohamiprojo Ragent van Kendal, halaman 91 menunjukkan pada waktu mudanya P.A. Notohamiprojo pernah mengikiti perjalanan dalam rangka peninjauan Prins Frederik Henderik cucuu raja Nederland ke pulau jawa bulan juni 1837, sehingga meninjau kuburnya Batara Katong di ponorogo. Jadi istilah kubur di artikan adalah tempat jenazah di kebumikan. Hanya menurut kepercayaan rakyat di Kaliwungu sangat percaya bahwa pusara Sunan Katong adalah di Protowetan, lepas dari pemikiran apakah Sunan Katong itu identitas dengan Batara Katong atau bukan.

6. KYAI GURU PENERUS PENYIARAN AGAMA ISLAM
Setelah sunan Katong wafat, maka datanglah pada tahun 1560 M. di kaliwungu seorang ulama asal mataram bernama Kyai Haji Asy’ari, beliau pernah bermukim di mekkah untuk memperdalam ajaran Islam. Di Kaliwungu beliau menyiarkan agama Islam, jadi beliau adalah seorang yang pertama kali debagai penerus pengembangan Islam setelah Sunan Katong wafat.
Kyai Asy’ari dalam penyarannya agama Islam di Kaliwungu mendapat kemajuan, muridnya bertambah banyak, tidak saja dari desa Kaliwungu tetapi juga dari lain desa. Selanjutnya Kyai Asy’ari mendirikan rumah pesantren dan juga sebagai tempat tinggalnya yang tetap; akhirnya Kyai H. Asy’ari di sebut Kyai Guru. Karena bekal ilmu yang di peroleh selama bermukim di mekkah, maka dalam memberikan pelajaran agama Islam juga lebih luas; tidak hanya di bidang ketauhidan saja tetapi juga dibidang lain mengenai syariat agama Islam, sedang masa Sunan katong yang di tanamkan khusus di bidang ketaukhidan/keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai pada keadaan pada masa itu.

7. KYAI GURU PENDIRI MASJID JAMI’ KALIWUNGU
Menurut kisah yang di muat dalam brosur Syawalan terbitan 1977 menyebutkan bahwa Kyai Guru adalah pendiri masjid Jami’ di Kaliwungu. Dahulu bentuk masjid itu tentu saja masih sangat sederhana bangunannya. Sekarang sudah mengalami pemugaran lima kali di bawah pimpinan keturunan Kyai Guru.
Pemugaran pertama pada tahun 1653 di bawah pimpinan Kyai Haji Mohammad, pada sekitar zamannya Bupati kaliwungu Tmg. Wirosoco atau masa ngabei Metoyudo dan Tmg. Wongsodiprojo
SUMBER: http://dcsonet.blogspot.co.id/2011/08/sejarah-asal-usul-kota-kaliwungu-kendal.html

sejarah SMK NU 03 KALIWUNGU

Sejarah SMK NU 03 Kaliwungu Kendal




Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU 03 Kaliwungu pada awalnya bernama STM NU 02 Kaliwungu adalah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Lembaga Ma’arif Kendaldidirikan pada tahun 1996 yang berlokasi di Desa Kutoharjo Kaliwungu Kab. Kendal. Pada tahun pertama dengan pemprakarsa dan kepala sekolah pertama yaitu Bapak CHUSAENI, S.Pd. (Alm) membuka empat kelas dengan rincian 3 kelas untuk program keahlian Teknik Mekanik Otomotif (TMO) dan 1 kelas Teknik Audio Video (TAV). Beliau berjuang untuk kemajuan SMK NU 03 Kaliwungu selama 15 Tahun sampai sebelum meninggal karena penyakit stroke yang dideritanya selama 2 th lebih. Pada mulanya Bapak Chusaeni, S.Pd (Alm ) banyak sekali menyewa tempat yang digunakan sebagai lokasi belajar diantaranya MI Kembangan, SD di Stasiun dan Ngaglik. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan fasilitas dan sarana, Beliau tetap berusaha memperjuangkan kemajuan pendidikan di tingkat SMK di Kaliwungu ini. Dan Pada akhirnya saat sekarang SMK NU 03 Kaliwungu mengalami kemajuan dengan menempati gedung baru yang berjumlah 10 lokal dengan dilengkapi laboratorium komputer walaupun komputernya masih dalam keadaan terbatas. Gedung baru yang beralamat di Jl. Soekarno – Hatta Desa Karang Tengah Kaliwungu cukup strategis karena dekat dengan jalan raya dan mudah transportasinya.

Bahkan SMK NU 03 Kaliwungu sekarang sudah memiliki website yang bisa diakses untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang sekolah ini yang dapat diakses diwww.smknu03klw.blogspot.com atau dapat menghubungi melalui via telepon (0294) 385376, 3686987.

SMK NU 03 Kaliwungu yang berlokasi di pusat kota Kaliwungu merupakan SMK Swasta yang berbasis Teknologi dan Religius, lokasi yang berada di jalur Strategis jalan Soekarno Hatta memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar dengan aktif dan kreatif. SMK NU 03 Kaliwungu dikenal dengan SMK Nuklir (NU Tiga) dalam mendidik siswa di dukung oleh guru bergelar Sarjana dan Master yang berkompeten di bidangnya.

Di kampus SMK NU 03 Kaliwungu, seluruh Civitas Akademika dengan segala sumber dayanya siap membantu dan membimbing siswa untuk belajar dan memasuki dunia kerja serta menyiapkan masuk ke Perguruan Tinggi.